RANGKUMAN CERAMAH HABIB LUTHFY

Santri pondok pesantren itu ampuh. Di tanah Jawa ini, yang paling ditakuti (penjajah) Belanda adalah santri dan tarekat (thariqah).

Ada seorang santri yang juga penganut thariqah, namanya Abdul Hamid. Ia lahir di Dusun Tegalrejo, Kecamatan Tegalrejo, Yogyakarta. Mondok pertama kali di Tegalsari, Jetis, Ponorogo kepada KH. Hasan Besari. Abdul Hamid ngaji kitab kuning kepada Kyai Taftazani Kertosuro.

Ngaji Tafsir Jalalain kepada KH. Baidlowi Bagelen yang dikebumikan di Glodegan, Bantul, Jogjakarta. Terakhir Abdul Hamid ngaji ilmu hikmah kepada KH. Nur Muhammad Ngadiwongso, Salaman, Magelang.

Di daerah eks-Karesidenan Kedu (Temanggung, Magelang, Wonosobo, Purworejo, Kebumen), nama KH. Nur Muhammad yang masyhur ada dua, yang satu KH. Nur Muhammad Ngadiwongso, Salaman, Magelang dan satunya lagi KH. Nur Muhammad Alang-alang Ombo, Pituruh, yang banyak menurunkan kyai di Purworejo.

Abdul Hamid sangat berani dalam berperang melawan penjajah Belanda selama 5 tahun, 1825-1830 M.

Abdul Hamid wafat dan dikebumikan di Makassar, dekat Pantai Losari. Abdul Hamid adalah putra Sultan Hamengkubuwono ke-III dari istri Pacitan, Jawa Timur.

Abdul Hamid patungnya memakai jubah dipasang di Alun-alun kota Magelang. Menjadi nama di Kodam Jawa Tengah. Terkenal dengan nama Pangeran Diponegoro.

Belanda resah menghadapi perang Diponegoro. Dalam kurun 5 tahun itu, uang kas Hindia Belanda habis, bahkan punya banyak hutang luar negeri.

Nama aslinya Abdul Hamid. Nama populernya Diponegoro.
Adapun nama lengkapnya adalah Kyai Haji (KH) Bendoro Raden Mas Abdul Hamid Ontowiryo Mustahar Herucokro Senopati Ing Alogo Sayyidin Pranotogomo Amirul Mu’minin Khalifatullah Tanah Jawi Pangeran Diponegoro Pahlawan Goa Selarong.

Maka jika Anda pergi ke Magelang dan melihat kamar Diponegoro di eks-Karesidenan Kedu, istilah sekarang di Bakorwil, ada 3 peningalan Diponegoro: al-Quran, tasbeh dan Taqrib (kitab Fath al-Qarib).

Kenapa al-Quran? Diponegoro adalah seorang Muslim. Kenapa tasbih? Diponegoro seorang ahli dzikir, dan bahkan penganut thariqah.

Habib Luthfi bin Ali bin Yahya Pekalongan mengatakan bahwa Diponegoro seorang mursyid Thariqah Qadiriyyah. Selanjutnya yang ketiga, Taqrib matan Abu Syuja’, yaitu kitab kuning yang dipakai di pesantren bermadzhab Syafi’i.

Saya sangat menghormati dan menghargai orang yang berbeda madzhab dan pendapat. Akan tetapi, tolong, sejarah sampaikan apa adanya.

Jangan ditutup-tutupi bahwa Pangeran Diponegoro bermadzhab Syafi’i. Maka 3 tinggalan Pangeran Diponegoro ini tercermin dalam pondok-pondok pesantren.

Dulu ada tokoh pendidikan nasional bernama Douwes Dekker. Siapa itu Douwes Dekker? Danudirja Setiabudi.

Mereka yang belajar sejarah, semuanya kenal. (Leluhur) Douwes Dekker itu seorang Belanda yang dikirim ke Indonesia untuk merusak bangsa kita.

Namun ketika Douwes Dekker berhubungan dengan para kyai dan santri, mindset-nya berubah, yang semula ingin merusak kita justeru bergabung dengan pergerakan bangsa kita.

Bahkan kadang-kadang Douwes Dekker, semangat kebangsaannya melebihi bangsa kita sendiri.

Douwes Dekker pernah berkata dalam bukunya:
“Kalau tidak ada kyai dan pondok pesantren, maka patriotisme bangsa Indonesia sudah hancur berantakan.”

Siapa yang berbicara? Douwes Dekker, orang yang belum pernah nyantri di pondok pesantren.

Seumpanya yang berbicara saya, pasti ada yang berkomentar: “Hanya biar pondok pesantren laku.”

Tapi kalau yang berbicara orang “luar”, ini temuan apa adanya, tidak dibuat-buat. Maka, kembalilah ke pesantren.

Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat) itu adalah santri.
Tidak hanya Diponegoro anak bangsa yang dididik para ulama menjadi tokoh bangsa.

Diantaranya, di Jogjakarta ada seorang kyai bernama Romo Kyai Sulaiman Zainudin di Kalasan Prambanan.
Punya santri banyak, salah satunya bernama Suwardi Suryaningrat.

Suwardi Suryaningrat ini kemudian oleh pemerintah diangkat menjadi Bapak Pendidikan Nasional yang terkenal dengan nama Ki Hajar Dewantara.

Jadi, Ki Hajar Dewantara itu santri, ngaji, murid seorang kyai.
Sayangnya, sejarah Ki Hajar mengaji al-Quran tidak pernah diterangkan di sekolah-sekolah, yang diterangkan hanya Ing Ngarso Sun Tulodo,

Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Itu sudah baik, namun belum komplit. Belum utuh.

Maka nantinya, untuk rekan-rekan guru, mohon diterangkan bahwa Ki Hajar Dewantara selain punya ajaran Tut Wuri Handayani, juga punya ajaran al-Quran al-Karim.

Sayyid Husein al-Mutahhar adalah cucu nabi yang patriotis.
Malah-malah, ketika Indonesia merdeka, ada sayyid warga Kauman Semarang yang mengajak bangsa kita untuk bersyukur.

Sang Sayyid tersebut menyusun lagu Syukur. Dalam pelajaran Sekolah Dasar disebutkan Habib Husein al-Mutahar yang menciptakan lagu Syukur.

Beliau adalah Pakdenya Habib Umar Muthahar SH Semarang. Jadi, yang menciptakan lagu Syukur yang kita semua hafal adalah seorang sayyid, cucu baginda Nabi Saw. Mari kita nyanyikan bersama-sama:

Dari yakinku teguh
Hati ikhlasku penuh
Akan karuniaMu
Tanah air pusaka
Indonesia merdeka
Syukur aku sembahkan
Ke hadiratMu tuhan.

Itu yang menyusun cucu Nabi, Sayyid Husein Muthahar, warga Kauman Semarang. Akhirnya oleh pemerintah waktu itu diangkat menjadi Dirjen Pemuda dan Olahraga.

Terakhir oleh pemerintah dipercaya menjadi Duta Besar di Vatikan, negara yang berpenduduk Katholik.

Di Vatikan, Habib Husein tidak larut dengan kondisi, malah justeru membangun masjid. Hebat.

Malah-malah, Habib Husein Muthahar menyusun lagu yang hampir se-Indonesia hafal semua.

Suatu ketika Habib Husein Muthahar sedang duduk, lalu mendengar adzan shalat Dzuhur.

Sampai pada kalimat hayya ‘alasshalâh, terngiang suara adzan. Sampai sehabis shalat berjamaah, masih juga terngiang.

Akhirnya hatinya terdorong untuk membuat lagu yang cengkoknya mirip adzan, ada “S”nya, “A”nya, “H”nya. Kemudian pena berjalan, tertulislah:

17 Agustus tahun 45
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka Nusa dan Bangsa
Hari lahirnya Bangsa Indonesia
Merdeka
Sekali merdeka tertap merdeka
Selama hayat masih dikandung badan
Kita tetap setia, tetap setia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia, tetap setia
Membela Negara kita.

Maka peran para kyai dan para sayyid tidak sedikit dalam pembinaan patriotisme bangsa.

Jadi, Anda jangan ragu jika hendak mengirim anak-anaknya ke pondok pesantren.

Malahan, Bung Karno, ketika mau membaca teks proklamasi di Pegangsaan Timur Jakarta, minta didampingi putra kyai.

Tampillah putra seorang kyai, dari kampung Batuampar, Mayakumbung, Sumatera Barat. Siapa beliau?

H. Mohammad Hatta putra seorang kyai. Bung Hatta adalah putra Ustadz Kiai Haji Jamil, Guru Thariqah Naqsyabandiyyah Kholidiyyah.

Sayang, sejarah Bung Hatta adalah putra kyai dan putra penganut thariqah tidak pernah dijelaskan di sekolah, yang diterangkan hanya Bapak Koperasi.

Mulai sekarang, mari kita terangkan sejarah dengan utuh. Jangan sekali-kali memotong sejarah.

Jika Anda memotong sejarah, suatu saat, sejarah Anda akan dipotong oleh Allah Swt.
Akhirnya, Bung Hatta menjadi wakil presiden pertama.

Pesan Penting Bagi Santri, Belajar dari Mbah Mahrus Aly.

Maka, jangan berkecil hati mengirim putra-putri Anda di pondok-pesantren.

Santri-santri An-Nawawi di tempat saya, saya nasehati begini:
“Kamu mondok di sini nggak usah berpikir macam-macam, yang penting ngaji dan sekolah. Tak usah berpikir besok jadi apa, yang akan menjadikan Gusti Allah.”

Ketika saya dulu nyantri di Lirboyo, tak berpikir mau jadi apa, yang penting ngaji, nderes (baca al-Quran), menghafalkan nadzaman kitab dan shalat jamaah.

Ternyata saya juga jadi manusia, malahan bisa melenggang ke gedung MPR di Senayan.
Tidak usah dipikir, yang menjadikan Gusti Allah.

Tugas kita ialah melaksanakan kewajiban dari Allah Swt. Allah mewajibkan kita untuk menuntut ilmu, kita menuntut ilmu.

Jika kewajiban dari Allah sudah dilaksanakan, maka Allah yang akan menata. Jika Allah yang menata sudah pasti sip, begitu saja. Jika yang menata kita, belum tentu sip.

Perlu putra-putri Anda dalam menuntut ilmu, berpisah dengan orangtua.

KH. Mahrus Aly Lirboyo pernah dawuh:
“Nek ngaji kok nempel wongtuo, ora temu-temuo.”
(Jika mengaji masih bersama dengan orangtua, tidak akan cepat dewasa).

Maka masukkanlah ke pesantren, biar cepat dewasa pikirannya.
Itu yang ngendiko (berkata) Kyai Mahrus Lirboyo, Kediri.

Hanya Allah yang maha tahu..

AHLI STRATEGI PERANG YANG DILUPAKAN

555dd65c0423bdad648b4567

Banyak orang yang mengenal Sun zu adalah ahli strategi perang china kuno yang legendaris. Kita juga mengenal Jendral Besar AH. Nasution sebagai peletak dasar strategi perang gerilya di Indonesia.

Tetapi kita juga memiliki ahli strategi perang yang sangat ulung, sehingga dalam 250 pertempuran tidak pernah terkalahkan. Beliau lebih dikenal sebagai pahlawan nasional ketimbang sebagai ahli strategi perang. Semua catatatanya tentang berbagai pertempuran yang dilakukannya dituangkan dalam tulisannya yaitu Babad Lelampahan.

Raden Mas Said, yang terkenal sebagai Pangeran Sambernyowo lahir di Kartosuro tanggal 7 April 1725 dan wafat di Surakartapada tanggal 28 desember 1795 dalam usia 70 tahun. Beliau adalah putra dari KPA Aryo Mangkunegoro, putra sulung dari Amangkurat IV (Pakubuono I). Karena perlawanannya terhadap Belanda, Aryo Mangkunegoro diasingkan oleh belanda ke Srilangka dan kemudian dipindahkan ke Tanjung Harapan.

Aryo Mangkunegoro adalah pewaris syah yang harus menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Raja Mataram. Tetapi karena campur tangan belanda, justru adiknya yang bernama Raden Mas Probosuyoso yang pada waktu itu masih berusia 15 tahun diangkat menjadi raja menggantikan Pakubuwono I sebagai Raja Mataram dan bergelar Pakubuwono II.

Karena kesewenang wenangan Ini, akhirnya Raden Mas Said melakukan perlawanan terhadap Belanda dan Pakubuwono II, kemudian pakubuwono III . Selepas Perjanjian Giyanti, karena dianggap bekerja sama dengan Belanda, beliau juga bermusuhan dengan Hamengkubuwono I.

250 PERTEMPURAN TANPA PERNAH KALAH

Raden Mas Said melakukan perlawanan terhadap Belanda dan sekutunya selama 16 tahun (1740 – 1757) sejak beliau berusia 15 tahun. Selama perlawanannya itu, Pangeran Sambernyowo telah mengalami 250 kali pertempuran tanpa pernah kalah.

Karena kehebatan pasukannya yang banyak menimbulkan bencana bagi musuh musuhnya itu, beliau mendapat julukan sebagai Pangeran sambernyowo. Julukan ini justru berasal dari lawannya yaitu Gubernur VOC pada waktu itu Nicolaas Hartingh.

STRATEGI PERANG RADEN MAS SAID

Untuk memperkuat persatuan dan semangat juang pasukannya, Raden Mas Said menggunakan semboyan Tiji Tibeh yang berarti mati siji mati kabeh, mukti siji mukti kabeh ( Mati satu mati semua, sejahtera satu sejahtera mulia semua). Doktrin ini membuat pasukannya sangat solid dan berani mati karena merasa satu tujuan dan satu perjuangan.

Dengan semboyan Tiji Tibeh dan didukung oleh semboyan Tri Darma, Pasukannya yang jumlahnya relatif kecil berkembang menjadi pasukan yang memiliki daya tempur tinggi dan pantang menyerah. Semboyan Tri Darma yang diajarkannya adalah :

1. Rumongso melu handarbeni (merasa ikut memiliki)
2. Wajib melu hangrungkebi (wajib ikut membela/mempertahankan)
3. Mulat sariro hangroso wani ( Mawas diri dan berani mengakui apa yang ada dalam dirinya sendiri, bahwa yang salah itu salah dan yang benar itu benar, implikasinya adalah selalu melakukan perbaikan secara terus menerus).

Untuk memberikan semangat dan kebanggaan terhadap pasukan elitnya, mereka diberi nama khusus di depan namanya yaitu joyo, seperti Joyosantiko, Joyorencono, Joyopustito dan lain lain.

Setiap hari dilakukan latihan perang meliputi cara menyerang, menangkis, membela diri dan manuver. Selain itu mereka juga digembleng dengan latihan mental, keberanian dan kegigihan dengan cara menyepi di tempat tempat yang gawat dan keramat, berendam di sendang atau lubuk yang angker. Selain tirakat untuk melatih pengendalian diri, mereka juga ditanamkan keimanan oleh para kyai.

Latihan manuver yang intensif membuat pasukan Raden Mas Said memiliki kemampuan untuk mundur, menyerang dari kiri, kanan, depan dan dari belakang musuh secara mendadak. Salah satu strategi dan manuvernya yang mematikan adalah kemampuan untuk menyerang dengan cepat dengan cara berputar putar, kemudian menyerang dengan mendadak ke segala penjuru di mana posisi lawan dalam kondisi lemah.

Kemampuan manuver yang hebat ini tentu hanya dimiliki oleh pasukan tempur yang bermoral dan memiliki disiplin yang sangat tinggi.

Pasukan Sambernyowo memang sangat kecil jumlahnya tetapi sangat terlatih. Mereka sangat ahli dalam menggunakan senjata, baik yang panjang maupun pendek, pistol, tombak, panah maupun keris. Mereka juga mahir dalam menggunakan senjata dalam pertempuran di atas punggung kuda.

STRATEGI GERILYA

Pangeran Sambernyowo adalah salah satu pemimimpin pasukan yang meletakkan strategi perang gerilya sebagai dasar pertempurannya. Ada 3 strategi andalannya dalam perang gerilya, yaitu Jejemblungan, dhedhemitan, dan weweludan.

Jejemblungan dari kata jemblung, atau gila. Ini adalah stratgi berani mati yang membuat pasukannya tidak mengenal takut ketika berhadapan dengan musuh.

Dhedhemitan dari kata dhemit atau hantu, menjadikan pasukannya tidak mudah dikenali musuh.

Weweludan adalah strategi untuk menjadikan pasukannya licin, dengan kecepatan dan penempatan pasukan yang membuat musuh kesulitan menyergapnya. Mereka diberi kemampuan untuk melakukan kamuflase dengan menyamar sebagai musuh, sehingga dengan mudah bisa melalukan sabotase terhadap kekuatan lawan.

Dengan strategi gerilya ini pasukan diperintahkan untuk menghindari papagan (berhadapan langsung dengan musuh), apabila tidak memungkinkan untuk menang. Dengan jumlah yang lebih kecil dari pasukan musuh, pasukan harus melakukan manuver sedemikian rupa agar bisa membenturkan kekuatan tempurnya dengan kelemahan musuh.

PEMBAGIAN PASUKAN/DIVISI

Selain strategi gerilya, pasukan Raden Mas Said juga memiliki organisasi yang cukup baik. Mereka dibagi menjadi 3 matra, yaitu matra laut, matra darat dan matra gunung. Setiap matra dipilih pasukan dari penduduk asli yang sangat menguasai wilayahnya. Hal ini menjadikan pasukan menjadi hebat karena menguasai medan dalam setiap pertempurannya.

Pasukannya begitu terlatih untuk menaiki kuda dari gunung ke gunung, memasuki lembah bahkan menyeberang sungai. Mereka begitu mengenali medan sehingga bisa memanfaatkan tanaman tanaman yang bisa dimakan di medan apapun, bahkan di hutan sekalipun. Kemampuan ini membuat pasukannya tidak mengenal kelaparan.

Dalam setiap wilayah yang diduduki, diangkatlah pejabat yang bisa dipercaya dalam menyediakan logistik untuk keperluan perang. Kekuatan logistik adalah kekuatan yang sangat vital dalam menghadapi pertempuran. Selain itu dukungan dari rakyat membuatnya leluasa bergerak dan tidak kekurangan bahan makanan.

PERTEMPURAN KSATRIAN PONOROGO

Dalam buku harian mangkunegaran disebutkan bahwa pertempuran besar pertama Raden mas Said adalah melawan pasukan Mangkubumi (Sultan Hamengkubuono I) di Desa Ksatrian Ponorogo Jawa Timur Pada tahun 1752. Ksatrian adalah benteng pertahanan Raden Mas Said, sehingga Pangeran Mangkubumi mengirimkan pasukan yang luar biasa banyak.

Banyaknya pasukan dari yogyakarta ini digambarkan bagikan barisan semut yang tiada putus (Babad Lelampahan Karya Raden Mas Said). Sedangkan pasukan Mangkunegoro jumlahnya sangat kecil.Dalam pertempuran ini Pasukan Mangkunegoro berhasil menewaskan 600 pasukan musuh, sedangkan di pihaknya ada 3 orang yang gugur dan 29 luka luka.

PERTEMPURAN SiTOKEPYAK REMBANG

Pertempuran ke dua adalah pertempuran di Hutan sitokepyak Rembang pada tahun 1756. Dalam pertempuran ini Raden Mas Said dikepung oleh pasukan gabungan berjumlah 1000 orang terdiri dari dua detasemen pasukan Belanda yang berjumlah 200 orang, 400 pasukan Bugis dan 400 pasukan Kesultanan Yogyakarta.

Pertempuran di Desa Sitokepyak adalah peryempuran yang paling berat bagi Raden Mas Said. Karena Jumlahnya yang sangat kecil, pertempuran yang terjadi sampai 7 kali kali ini membuat pasukan Raden Mas Said kocar kacir bagaikan terserang air bah yang sangat besar.

Tetapi dengan kehebatannya sebagai pemimpin pasukan, beliau berhasil membangkitkan semangat pasukannya.

Terinspirasi oleh cara memakan bubur katul yang panas ( dimakan dari pinggir, melingkar, akhirnya menuju ke tengah. Karena bagian pinggir biasanya sudah adem, dan ketika sampai tengah, bubur itu juga sudah cukup dingin untuk dimakan) pasukannya membuat manuver dengan cara menyerang musuh melingkar dari tepi.

Kemudian dengan kecerdikannya Pangeran Sambernyowo berhasil menerobos pusat pertahanan musuh dan memenggal kepala komandan pasukan Belanda Kapten Van Der pol dengan tangan kirinya .

Pemimpin pangeran Van Der Pol tewas, sisa pasukannya lari tunggang langgang. Hanya karena pertolongan Allah lah Pangeran Adipati dapat memenangkan pertempuran. Pasukan musuh yang melarikan diri tidak dikejarnya ( “Pengenge Kapitan Der Pol wus pejah, sasisane ingkang mati, Kumpeni lumejar, Kanjeng Pangeran Dipatyo, entuk pitulungan widhi, saboloniro, datan bujung ing jurit” (Babad Lelampahan, Durmo 73;321))

Jumlah tentara belanda yang tewas sebanyak 85 orang, sedang di pihak Pangeran Samber Nyowo 15 orang meninggal. 15 orang bukan jumlah yang kecil bagi Raden Mas Said, karena jumlah pasukannya sangat kecil.

Itulah sebabnya pertempuran di hutan Sitokepyak dianggap pertempuran yang paling berat, tetapi dengan pampasan perang yang sangat besar. Hal ini terjadi karena musuh tidak terkendali dan melarikan diri karena terbunuhnya Kapten Van Der Pol.

Pampasan perang terrdiri dari 120 ekor kuda, 140 pedang, 80 karabin kecil, 80 karabin panjang, 120 pistol dan pealatan perang lainnya. Semuanya dihibahkan kepada prajuritnya ( Babad Lelampahan, Durmo, 77-80; 322)

ISA DAN ORANG-ORANG BIMBANG

 
Diceritakan  oleh  Sang  Guru  Jalaludin   Rumi   dan   yang
lain-lain, pada suatu hari Isa, putra Mariam, berjalan-jalan
di padang pasir dekat Baitulmukadis bersama-sama  sekelompok
orang yang masih suka mementingkan diri sendiri.
 
Mereka  meminta dengan sangat agar Isa memberitahukan kepada
mereka  Kata  Rahasia  yang  telah   dipergunakannya   untuk
menghidupkan  orang  mati. Isa berkata, "Kalau kukatakan itu
padamu, kau pasti menyalahgunakannya."
 
Mereka  berkata,  "Kami  sudah   siap   dan   sesuai   untuk
pengetahuan   semacam  itu;  tambahan  lagi,  hal  itu  akan
menambah keyakinan kami."
 
"Kalian tak memahami apa yang kalian minta," katanya -tetapi
diberitahukannya juga Kata Rahasia itu.
 
Segera  setelah  itu, orang-orang tersebut berjalan di suatu
tempat yang terlantar dan  mereka  melihat  seonggok  tulang
yang sudah memutih. "Mari kita uji keampuhan Kata itu," kata
mereka, Dan diucapkanlah Kata itu.
 
Begitu   Kata   diucapkan,   tulang-tulang   itupun   segera
terbungkus  daging dan menjelma menjadi seekor binatang liar
yang kelaparan, yang kemudian  merobek-robek  mereka  sampai
menjadi serpih-serpih daging.
 
Mereka  yang  dianugerahi  nalar  akan mengerti. Mereka yang
nalarnya terbatas bisa belajar melalui kisah ini.
 
Catatan
 
Isa dalam kisah ini adalah Yesus,  putra  Maria.  Kisah  ini
mengandung  gagasan  yang  sama dengan yang ada dalam Magang
Sihir, dan juga muncul dalam karya Rumi, di  samping  selalu
muncul  dalam  dongeng-dongeng  lisan  para  darwis  tentang
Yesus. Jumlah dongeng semacam itu banyak sekali.
 
Yang  sering   disebut-sebut   sebagai   tokoh   yang   suka
mengulang-ngulang  kisah  ini adalah salah seorang di antara
yang berhak menyandang sebutan Sufi, Jabir  putra  al-Hayan,
yang  dalam  bahasa  Latin  di sebut Geber, yang juga penemu
alkimia Kristen.
 
Ia meninggal sekitar 790. Aslinya ia  orang  Sabia,  menurut
para  pengarang  Barat,  ia  membuat penemuan-penemuan kimia
penting.
 
------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H   S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

ORANG YANG MUDAH NAIK DARAH

 
Setelah  bertahun-tahun  lamanya,  seorang yang sangat mudah
marah menyadari bahwa ia sering  mendapat  kesulitan  karena
sifatnya itu.
 
Pada  suatu  hari  ia  mendengar tentang seorang darwis yang
berpengetahuan dalam;  iapun  menemuinya  untuk  mendapatkan
nasehat.
 
Darwis itu berkata, "Pergilah ke perempatan anu. Di sana kau
akan menemukan sebatang pohon mati. Berdirilah  di  bawahnya
dan berikan air kepada siapapun yang lewat di depanmu."
 
Orang  itu  pun menjalankan nasehat tersebut. Hari demi hari
berlalu,  dan  ia  pun  dikenal  baik  sebagai  orang   yang
mengikuti  sesuatu  latihan  kebaikan  hati dan pengendalian
diri, di bawah perintah seorang yang  berpengetahuan  sangat
dalam.
 
Pada  suatu  hari  ada  seorang  lewat bergegas; ia membuang
mukanya ketika ditawari air, dan  meneruskan  perjalanannya.
Orang  yang  mudah  naik darah itu pun memanggilnya berulang
kali, "Hai, balas salamku! Minum air  yang  kusediakan  ini,
yang kubagikan untuk musafir!"
 
Namun, tak ada jawaban.
 
Karena sifatnya yang dulu, orang pertama itu tidak bisa lagi
menguasai dirinya. Ia ambil senjatanya, yang digantungkannya
dipohon  mati itu; dibidiknya pengelana yang tak peduli itu,
dan ditembaknya. Pengelana itupun roboh, mati.
 
Pada saat peluru menyusup ke tubuh  orang  itu,  pohon  mati
tersebut, bagaikan keajaiban, tiba-tiba penuh dengan bunga.
 
Orang  yang  baru  saja  terbunuh  itu  seorang pembunuh; ia
sedang dalam perjalanan untuk  melaksanakan  kejahatan  yang
paling mengerikan selama perjalanan hidupnya yang panjang.
 
Nah,  ada dua macam penasehat. Yang pertama adalah penasehat
yang memberi tahu tentang apa yang  harus  dilakukan  sesuai
dengan  aturan-aturan  yang pasti, yang diulang-ulang secara
teratur. Macam yang kedua adalah Manusia Pengetahuan. Mereka
yang bertemu dengan Manusia Pengetahuan akan meminta nasehat
moral,  dan  menganggapnya  sebagai  moralis.   Namun   yang
diabdinya adalah Kebenaran, bukan harapan-harapan saleh.
 
Catatan
 
Guru  Darwis  yang  digambarkan dalam kisah ini konon adalah
Najamudin Kubra, salah seorang yang paling agung  di  antara
para  ulama Sufi. Ia mendirikan Mazhab Kubrawi 'Persaudaraan
Lebih Besar' yang sangat mirip dengan Mazhab  yang  kemudian
didirikan   oleh  Santo  Fransiskus.  Seperti  Santo  Asisi,
Najamudin dikenal memiliki kekuasaan gaib atas binatang.
 
Najamudin adalah salah seorang di  antara  enam  ratus  ribu
orang  yang  mati ketika Khwarizm di Asia Tengah dihancurkan
pada tahun 1221. Konon, Jengis Khan Si Mongol Agung bersedia
menolong jiwanya jika Najamudin mau menyerahkan diri, karena
Sang  Kaisar  mengetahui  kemampuan  istimewa  Sang  Darwis.
Tetapi  Najamudin  tetap  berada di antara para pembela kota
itu dan kemudian ditemukan di antara korban perang tersebut.
 
Karena telah mengetahui  akan  datangnya  mala  petaka  itu,
Najamudin  menyuruh  pergi  semua pengikutnya ke tempat aman
beberapa waktu sebelum munculnya gerombolan Mongol tersebut.
 
------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H   S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

Batas Dogma

 
Pada  suatu hari, Sultan Mahmud yang Agung berada dijalan di
Ghazna,  ibu  kota  negerinya.   Dilihatnya   seorang   kuli
mengangkut  beban  berat, yakni sebungkah batu yang didukung
di punggungnya.  Karena  rasa  kasihan  terhadap  kuli  itu,
Mahmud tidak bisa menahan perasaannya, katanya memerintah:
 
"Jatuhkan batu itu, kuli."
 
Perintah  itupun langsung dilaksanakan. Batu tersebut berada
di tengah jalan, merupakan gangguan bagi siapapun yang ingin
lewat,   bertahun-tahun  lamanya.  Akhirnya  sejumlah  warga
memohon raja agar memerintahkan orang memindahkan batu itu.
 
Namun Mahmud, menyadari  akan  kebijaksanaan  administratif,
terpaksa menjawab.
 
"Hal  yang  sudah  dilaksanakan  berdasarkan perintah, tidak
bisa dibatalkan oleh perintah yang  sama  derajatnya.  Sebab
kalau  demikian, rakyat akan beranggapan bahwa perintah raja
hanya berdasarkan kehendak sesaat saja. Jadi, biar saja batu
itu di situ."
 
Oleh  karenanya  batu  tersebut tetap berada di tengah jalan
itu  selama  masa  pemerintahan  Mahmud.  Bahkan  ketika  ia
meninggal  batu  itu  tidak  dipindahkan, karena orang-orang
masih menghormati perintah raja.
 
Kisah itu sangat terkenal.  Orang-orang  mengambil  maknanya
berdasarkan  salah  satu  dari  tiga tafsiran, masing-masing
sesuai dengan kemampuannya.
 
Mereka yang menentang kepenguasaan beranggapan  bahwa  kisah
itu   merupakan   bukti  ketololan  penguasa  yang  berusaha
mempertahankan kekuasaannya.
 
Mereka yang menghormati  kekuasaan  merasa  hormat  terhadap
perintah, betapapun tidak menyenangkannya.
 
Mereka  yang  bisa  menangkap  maksudnya  yang  benar,  bisa
memahami nasehat yang tersirat. Dengan menyuruh  menjatuhkan
batu  di  tempat  yang  tidak  semestinya sehingga merupakan
gangguan, dan kemudian membiarkannya berada  disana,  Mahmud
mengajar  kita agar mematuhi penguasa duniawi -dan sekaligus
menyadarkan kita bahwa siapapun yang memerintah  berdasarkan
dogma kaku, tidak akan sepenuhnya berguna bagi kemanusiaan.
 
Mereka  yang menangkap makna ini akan mencapai taraf pencari
kebenaran, dan akan bisa menambah jalan menuju Kebenaran.
 
Catatan
 
Kisah  ini  muncul  dalam  karya   klasik   yang   terkenal,
Akhlaq-i-Mohsini   'Akhlak  Dermawan,'  ciptaan  Hasan  Waiz
Kashifi; hanya saja tanpa  tafsir  seperti  yang  ada  dalam
versi ini.
 
Versi  ini  merupakan  bagian  ajaran  syeh  Sufi  Daud dari
Qandahar, yang meninggal tahun  1965.  Kisah  ini  merupakan
pengungkapan  yang  bagus  tentang  pelbagai taraf pemahaman
terhadap  tindakan;  masing-masing  orang  akan   menilainya
berdasarkan  pendidikannya. Metode penggambaran tak langsung
yang dipergunakan Sultan Mahmud itu dianut  pada  Sufi,  dan
bisa diringkaskan dalam ungkapan, "Bicaralah kepada dinding,
agar pintu bisa mendengar."
 
------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H   S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

Kisah Api

 
Pada   zaman   dahulu  ada  seorang  yang  merenungkan  cara
bekerjanya   Alam,  dan  karena  ketekunan  dan   percobaan-
percobaannya, akhirnya ia menemukan bagaimana api diciptakan.
 
Orang itu bernama Nur. Ia memutuskan  untuk  berkelana  dari
satu negeri ke lain negeri, menunjukkan kepada rakyat banyak
tentang penemuannya.
 
Nur  menyampaikan  rahasianya  itu   kepada   berbagai-bagai
kelompok   masyarakat.   Beberapa   di  antaranya  ada  yang
memanfaatkan pengetahuan itu. Yang lain mengusirnya, mengira
bahwa  ia  mungkin berbahaya, sebelum mereka mempunyai waktu
cukup untuk mengetahui betapa berharganya penemuan itu  bagi
mereka.   Akhirnya,  sekelompok  orang  yang  menyaksikannya
memamerkan  cara  pembuatan  api  menjadi  begitu  ketakutan
sehingga mereka menangkapnya dan kemudian membunuhnya, yakin
bahwa ia setan.
 
Abad demi abad berlalu. Bangsa pertama yang belajar  tentang
api  telah  menyimpan  rahasia  itu untuk para pendeta, yang
tetap berada dalam kekayaan dan kekuasaan, sementara  rakyat
kedinginan.
 
Bangsa  kedua melupakan cara itu, dan malah memuja alat-alat
untuk membuatnya. Bangsa  yang  ketiga  memuja  patung  yang
menyerupai  Nur, sebab ialah yang telah mengajarkan hal itu.
Yang  keempat  tetap  menyimpan  kisah  api  dalam  kumpulan
dongengnya:  ada  yang  percaya, ada yang tidak. Bangsa yang
kelima  benar-benar  mempergunakan   api,   dan   itu   bisa
menghangatkan    mereka,   menanak   makanan   mereka,   dan
mempergunakannya untuk membuat alat-alat yang  berguna  bagi
mereka.
 
Setelah  berpuluh-puluh tahun lamanya, seorang bijaksana dan
beberapa   pengikutnya   mengadakan    perjalanan    melalui
negeri-negeri   bangsa-bangsa   tadi.   Para   pengikut  itu
tercengang melihat bermacam-macamnya upacara yang  dilakukan
bangsa-bangsa  itu;  dan  mereka pun berkata kepada gurunya,
"Tetapi  semua  kegiatan  itu  nyatanya   berkaitan   dengan
pembuatan  api,  bukan yang lain. Kita harus mengubah mereka
itu!"
 
Sang  Guru  menjawab,  "Baiklah.  Kita  akan  memulai   lagi
perjalanan  ini.  Pada  akhir  perjalanan nanti, mereka yang
masih bertahan  akan  mengetahui  masalah  kebenarannya  dan
bagaimana mendekatinya."
 
Ketika  mereka sampai pada bangsa yang pertama rombongan itu
diterima dengan suka hati. Para  pendeta  mengundang  mereka
menghadiri  upacara  keagamaan,  yakni pembuatan api. Ketika
upacara selesai, dan bangsa itu sedang  mengagumi  apa  yang
mereka  saksikan,  guru  itu  berkata,  "Apa  ada yang ingin
mengatakan sesuatu?"
 
Pengikut pertama berkata, "Demi Kebenaran, saya merasa harus
menyampaikan sesuatu kepada rakyat ini."
 
"Kalau   kau   mau  melakukannya  atas  tanggungan  sendiri,
silahkan saja," kata gurunya.
 
Dan pengikut pertama  itupun  melangkah  ke  muka  kehadapan
pemimpin  bangsa  dan  para  pendeta itu, lalu katanya, "Aku
bisa  membuat  keajaiban   yang   kalian   katakan   sebagai
perwujudan  kekuatan  dewa  itu. Kalau aku kerjakan hal itu,
maukah  kalian  menerima  kenyataan   bahwa   bertahun-tahun
lamanya kalian telah tersesat?"
 
Tetapi  para pendeta itu berteriak, "Tangkap dia!" dan orang
itu pun dibawa pergi, tak pernah muncul kembali.
 
Para musafir  itu  melanjutkan  perjalanan,  dan  sampai  di
negeri bangsa yang kedua dan memuja alat-alat pembuatan api.
Ada lagi seorang pengikut  yang  memberanikan  diri  mencoba
menyehatkan akal bangsa itu.
 
Dengan  izin  gurunya  ia  berkata,  "Saya  mohon izin untuk
berbicara kepada kalian semua sebagai bangsa  yang  berakal.
Kalian  memuja  alat-alat  untuk  membuat sesuatu, dan bukan
hasil  pembuatan  itu.  Dengan   demikian   kalian   menunda
kegunaannya.  Saya  tahu  kenyataan  yang  mendasari upacara
ini."
 
Bangsa itu terdiri  dari  orang-orang  yang  lebih  berakal.
Tetapi  mereka  berkata  kepada pengikut kedua itu, "Saudara
diterima baik sebagai musafir  dan  orang  asing  di  antara
kami. Tetapi, sebagai orang asing, yang tak mengenal sejarah
dan adat kami, Saudara tak memahami apa yang kami  kerjakan.
Saudara berbuat kesalahan. Barangkali Saudara malah berusaha
membuang atau mengganti agama kami. Karena  itu  kami  tidak
mau mendengarkan Saudara."
 
Para musafir itu pun melanjutkan perjalanan.
 
Ketika  mereka  sarnpai  ke  negeri  bangsa  ke tiga, mereka
menyaksikan di depan setiap  rumah  terpancang  patung  Nur,
orang  pertama  yang  membuat  api.  Pengikut ketiga berkata
kepada pemimpin besar itu.
 
"Patung itu melambangkan orang, yang melambangkan kemampuan,
yang bisa dipergunakan."
 
"Mungkin  begitu,"  jawab para pemuja Nur, "tetapi yang bisa
menembus rahasia sejati hanya beberapa orang saja."
 
"Hanya bagi beberapa orang yang  mau  mengerti,  bukan  bagi
mereka  yang  menolak  menghadapi  kenyataan," kata pengikut
ketiga itu.
 
"Itu bid'ah kepangkatan, dan berasal dari orang yang  bahkan
tak  bisa  mempergunakan bahasa kami secara benar, dan bukan
pendeta  yang   ditahbiskan   menurut   adat   kami,"   kata
pendeta-pendeta   itu.   Dan  pengikut  darwis  itupun  bisa
melanjutkan usahanya.
 
Musafir itu melanjutkan perjalanannya, dan sampai di  negeri
bangsa   keempat.   Kini  pengikut  keempat  maju  ke  depan
kerumunan orang.
 
"Kisah pembuatan api itu  benar,  dan  saya  tahu  bagaimana
melaksanakannya," katanya.
 
Kekacauan  timbul  dalam  bangsa  itu, yang terpecah menjadi
beberapa kelompok.  Beberapa  orang  berkata,  "Itu  mungkin
benar,  dan  kalau  memang  demikian,  kita ingin mengetahui
bagaimana cara membuat api." Ketika  orang-orang  ini  diuji
oleh  Sang  Guru  dan  pengikutnya,  ternyata sebagian besar
ingin bisa membuat api untuk kepentingan sendiri  saja,  dan
tidak   menyadari   bahwa   bisa  bermanfaat  bagi  kemajuan
kemanusiaan.  Begitu  dalamnya  dongeng-dongeng  keliru  itu
merasuk  ke  dalam  pikiran  orang-orang itu sehingga mereka
yang mengira dirinya  mewakili  kebenaran  sering  merupakan
orang-orang  yang  goyah,  yang  tidak akan juga membuat api
bahkan setelah diberi tahu caranya.
 
Ada kelompok lain yang berkata,  "jelas  dongeng  itu  tidak
benar.  Orang  itu  hanya  berusaha  membodohi kita, agar ia
mendapat kedudukan di sini."
 
Dan kelompok lain lagi berkata, "Kita lebih suka dongeng itu
tetap saja begitu, sebab ialah menjadi dasar keutuhan bangsa
kita.  Kalau  kita  tinggalkan  dongeng  itu,  dan  kemudian
ternyata  penafsiran  baru  itu tak ada gunanya, apa jadinya
dengan bangsa kita ini?"
 
Dan masih banyak lagi pendapat di kalangan mereka.
 
Rombongan itu pun bergerak lagi,  sampai  ke  negeri  bangsa
yang  kelima;  di  sana pembuatan api dilakukan sehari-hari,
dan orang-orang juga sibuk melakukan hal-hal lain.
 
Sang Guru berkata kepada pengikut-pengikutnya,
 
"Kalian harus belajar cara  mengajar,  sebab  manusia  tidak
ingin  diajar.  Dan sebelumnya, kalian harus mengajar mereka
bahwa masih ada  saja  hal  yang  harus  dipelajari.  Mereka
membayangkan  bahwa mereka siap belajar. Tetapi mereka ingin
mempelajari apa  yang  mereka  bayangkan  harus  dipelajari,
bukan  apa  yang  pertama-tama  harus mereka pelajari. Kalau
kalian  telah  mempelajari  ini  semua,  kalian  baru   bisa
mengatur cara mengajar. Pengetahuan tanpa kemampuan istimewa
untuk  mengajarkannya  tidak  sama  dengan  pengetahuan  dan
kemampuan."
 
Catatan
 
Untuk  menjawab  pertanyaan "Apakah orang barbar itu?" Ahmad
al-Badawi (meninggal tahun 1276) berkata,
 
"Seorang barbar adalah manusia  yang  daya  pahamnya  begitu
tumpul  sehingga  ia mengira bisa mengerti dengan memikirkan
atau   merasakan   sesuatu   yang   hanya   dipahami   lewat
pengembangan  dan  penerapan  terus-menerus  terhadap  usaha
mencapai Tuhan.
 
Manusia menertawakan Musa  dan  Yesus,  atau  karena  mereka
sangat  tumpul, atau karena mereka telah menyembunyikan diri
mereka sendiri apa yang dimaksudkan mereka itu ketika mereka
berbicara dan bertindak."
 
Menurut  cerita  darwis,  ia dituduh menyebarkan Kristen dan
orang Islam, tetapi ditolak oleh orang-orang Kristen  karena
menolak dogma Kristen lebih lanjut secara harafiah.
 
Ia pendiri kaum Badawi Mesir.

K I S A H - K I S A H   S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen

bawa_3

Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen (meninggal 8 Desember 1986) adalah seorang guru Sufi yang berbahasa Tamil dari pulau Sri Lanka yang pertama kali datang ke Amerika Serikat pada tanggal 11 Oktober 1971 dan mendirikan Bawa Muhaiyaddeen Fellowship di Philadelphia. Dari Philadelphia, dengan sekitar 1.000 pengikutnya, cabang Fellowship telah menyebar di seluruh Amerika Serikat dan Kanada, serta Australia dan Inggris. Masyarakat pengikut sudah ada di Jaffna dan Kolombo, Sri Lanka sebelum kedatangannya di Amerika Serikat.

Sangat sedikit yang diketahui tentang beliau pada periode sebelum itu. Sedikit sepihan data mengenai beliau yang berhasil diperoleh adalah bahwa beliau datang ke Sri Lanka pada tahun 1884—yang ketika itu disebut dengan Ceylon—dari perjalanannya berkelana di seputar India, kemudian ke Baghdad, Yerusalem, Madinah, Mesir, Roma, dan kemudian kembali lagi ke Ceylon untuk menetap. Data lainnya yang berhasil didapatkan adalah bahwa pada tahun 1930-an ia pindah ke Jaffna, dan kemudian pada tahun 1960-an ia tinggal di Colombo, Sri Lanka.

Beliau sendiri tidak pernah mengatakan berapa usianya sebenarnya. Ia telah melewatkan seluruh umurnya untuk mempelajari pelbagai agama yang ada di dunia, dan sebagai pengamat rahasia-rahasia paling tersembunyi dari pelbagai ciptaan Tuhan. Jika ditanya tentang dirinya, ia hanya mengatakan bahwa dirinya hanyalah seorang manusia kecil (manusia semua, ant man) yang hanya menjalankan tugas yang diperintahkan Allah kepadanya. Ia mengatakan bahwa perihal mengenai dirinya tidaklah penting untuk diketahui, dan hanya pertanyaan tentang Allah-lah yang lebih layak untuk diketahui.

Sejak masih tinggal di hutan-hutan Ceylon, nama beliau telah dikenal masyarakat kota maupun pedesaan sebagai seorang Guru yang kata-katanya memberikan ‘pencerahan’ dan mampu menjawab segala macam persoalan orang-orang yang datang kepadanya. Ia membantu segala macam manusia yang datang menemuinya, dari segala macam bangsa maupun derajat, menjawab segala macam pertanyaan mereka tentang kehidupan maupun persoalan mereka, menyembuhkan penyakit mereka, bahkan hingga membantu membuka hutan dan membajak ladang mereka, serta memberikan saran-saran pertanian.

Nama ‘Muhaiyaddeen’ secara harfiah berarti ‘yang menghidupkan kembali Ad-Diin,’ dan memang, selama sisa hidupnya itu Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen ral. mengabdikan dirinya untuk membangkitkan kembali keyakinan akan Tuhan di dalam kalbu orang-orang yang datang kepadanya.

Sebagai seorang guru sufi, beliau memiliki kemampuan yang unik, yaitu kemampuan memurnikan esensi kebenaran dari semua agama.
Selama lima puluh tahun terakhir kehidupannya, beliau membagi pengalaman-pengalamannya ini kepada ribuan orang dari seluruh dunia. Walaupun beliau memberikan pelajarannya dalam kerangka sufistik Islam, orang-orang dari agama Kristiani, Yahudi, Buddha, maupun Hindu, tetap datang kepadanya dan duduk bersama-sama, selama berjam-jam, di dalam majelisnya untuk mencari secercah pemahaman akan Kebenaran. Beliau sangat dihormati para akademisi, juga para pemikir filsafat maupun pemimpin serta kelompok-kelompok spiritual tradisional karena kemampuannya memperbarui keyakinan di dalam hati manusia yang datang kepadanya.

Kehidupan awal
Menurut Sri Lanka siswa yang lebih tua, Bawa Muhaiyaddeen muncul dari hutan negara itu pada awal 1940-an dan bertemu peziarah yang mengunjungi tempat ibadah di utara. Laporan dari mimpi atau pertemuan mistik yang mendahului sebuah ‘fisik’ pertemuan oleh siswa awal tidak lazim

Menurut perkiraan dari tahun 1940-an, Bawa Muhaiyaddeen telah menghabiskan waktu di ‘Kataragama’, sebuah pertapaan hutan di selatan. pulau, dan dalam lembaga ‘Jailani’, sebuah pesulukan tebing yang didedikasikan untuk Syeikh Abd al-Qadir al-Jilani di Baghdad. Hubungannya dengan Syaikh menunjukkan bahwa ia memiliki koneksi silsilah Sthariqah dengan Qodoriyah.

Banyak. Pengikutnya yang tinggal di sekitar kota utara Jaffna, disana banyak orang-orang Hindu yang memandangnya sebagai guru suci. Perannya sering sebagai penyembuh dari penyakit medis dan spiritual, termasuk menyembuhkan kerasukan setan.

Akhirnya sebuah tempat pendidikan Sufi dibentuk di Jaffna, dan aktivitas pertanian dimulai selatan kota itu. Setelah para pebisnis pelancong dari selatan negara itu bertemu Bawa Muhaiyaddeen, mereka mengundang dia untuk mengunjungi di Columbo, ibukota Sri Lanka. Pada tahun 1967, ‘Serendib Sufi Studi Circle’ dibentuk oleh para mahasiswa Colombo yang didominasi Muslim. Sebelumnya pada tahun 1955, Bawa Muhaiyaddeen telah menetapkan dasar-dasar untuk sebuah ‘Rumah Allah’ atau masjid di kota Mankumban, di pantai utara.

Ini adalah hasil pertemuan spiritual dengan Mariam, ibunda Nabi Isa as. Setelah dua dekade,. Gedung ini selesai dibangun oleh mahasiswa dari Amerika Serikat yang mengunjungi pesulukan Jaffna . Ini secara resmi dibuka dan dibaktikani pada 17 Februari 1975.

Bawa Muhaiyaddeen sering mengajar melalui penggunaan dongeng. Ini mencerminkan latar belakang pelajar atau pendengar dan termasuk para pendengarnya adalah orang-orang Hindu, Kristen, dan ummat Islam tradisional. Ia menyambut orang-orang dari semua tradisi dan latar belakang

Di Amerika Serikat Bawa Muhaiyaddeen Fellowship

Pada tahun 1971, Bawa Muhaiyaddeen menerima undangan dari seorang wanita Amerika untuk mengunjunginya di Philadelphia. Dia telah merasakan kesesuaian dengan dia setelah diperkenalkan oleh seorang mahasiswa dari Sri Lanka. Dia dan rekan-rekannya membuat pengaturan untuk perjalanan ke Amerika Serikat dan untuk tinggal di Philadelphia. Pada 1973., sekelompok pengikutnya membentuk Bawa Muhaiyaddeen Fellowship, yang menjadi tuan rumah pertemuan yang menawarkan beberapa pertemuan publik seminggu sekali.

Seperti sebelumnya di Sri Lanka, orang-orang dari semua latar belakang agama, sosial dan etnis akan bergabung untuk mendengar dia berbicara. Di seluruh Amerika Serikat, Kanada dan Inggris, ia mendapatkan pengakuan dari ulama, wartawan, pendidik dan pemimpin dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa Asisten Sekretaris Jenderal, Robert Muller, meminta bimbingan Bawa Muhaiyaddeen atas nama seluruh umat manusia selama wawancara pada tahun 1974.

Selama tahun 1978-1980 ketika krisis sandera Iran terjadi, ia menulis surat kepada para pemimpin dunia seperti Khomeini, Perdana Menteri Begin, Presiden Sadat dan Presiden Carter untuk mendorong resolusi damai untuk konflik di wilayah tersebut.

Majalah Time, selama krisis tahun 1980., mengutip pandangannya yang mengatakan bahwa ketika Iran memahami Al Qur’an “mereka akan merilis kondisi para sandera secepatnya”. Wawancara muncul dalam Psychology Today, Harvard Divinity Bulletin, dan di Philadelphia Inquirer dan surat kabar Pittsburgh Press. Ia melanjutkan pengajarannya dan bimbingan pribadi untuk murid-muridnya serta para tamu, hingga wafatnya tanggal 8 Desember 1986.

Warisan
Pada bulan Mei, 1984, Masjid Syaikh MR Bawa Muhaiyaddeen diselesaikan atas dasar Bawa Muhaiyaddeen Fellowship, 5820 Overbrook Avenue, Philadelphia. Bangunan masjid diseselaikan dalam waktu 6 bulan dan hampir semua pekerjaan dilakukan oleh anggota Bawa Muhaiyaddeen Fellowship di bawah arahan Bawa Muhaiyaddeen.

The Bawa Muhaiyaddeen Fellowship Farm memiki area 100 hektar (0,40 km2) lahan pertanian yang terletak di Chester County, Pennsylvania tepat di sebelah selatan kota kecil Coatesville pada 99 Fellowship Drive. Titik pusat peternakan adalah makam Bawa Muhaiyaddeen atau Mazar. Hal itu dimulai segera setelah kematiannya dan diselesaikan pada tahun 1987. Ini adalah tempat ziarah bagi sufi dan Syaikh mereka, serta sebagai Muslim dan pengikut bahkan ada pengikut agama lain.
Bawa Muhaiyaddeen didirikan vegetarianisme sebagai norma bagi masyarakat dan produk daging tidak diizinkan di pusat Fellowship di Philadelphia atau di Farm Fellowship.

Dia adalah seorang seniman, sebuah lukisan dibuat dan gambar yang melambangkan hubungan antara manusia dan Allah. Dia menggambarkan karya seni sebagai “pekerjaan jantung.” Dua contoh yang direproduksi dalam bukunya berjudul Kebijaksanaan Manusia dan lain adalah sampul depan buku Empat Langkah Menuju Iman Sejati. Pada 1976, Bawa Muhaiyadeen album dzikr kontemplasi direkam dan dirilis, pada Folkways Records berjudul, Into the Secret of the Heart by Guru Bawa Muhaiyaddeen
Bawa Muhaiyaddeen menulis lebih dari 25 buku. Kitab-kitab ini dibuat lebih dari 10.000 jam transkripsi rekaman audio dan video dari wacana dan lagu-lagu di Amerika Serikat 1971-1986. Beberapa judul berasal dari Sri Lanka sebelum kedatangannya di AS dan kemudian ditranskrip. The Bawa Muhaiyaddeen Fellowship terus mengajarkan dan menyebarkan repositori ajarannya ini,i tidak menunjuk pemimpin baru atau Syekh untuk menggantikan perannya sebagai guru dan panduan pribadi.

Gelar kehormatan
Bawa Muhaiyaddeen disebut sebagai Guru atau Swami atau Syeikh atau ‘His Holiness’, tergantung pada latar belakang pembicara atau penulis. Dia juga sebagai ‘Bawangal’ oleh orang-orang Tamil yang dekat dengan dia dan yang ingin menggunakan tanda hormat. Ia sering menyebut dirinya sebagai ‘manusia semut’, karena saking kecilnya dalam kehidupan semesta ciptaan Allah swt.

Setelah kedatangannya di Amerika Serikat pada tahun 1971, ia paling sering dipanggil dengan Guru Bawa dan ia mendirikan Guru Bawa Fellowship. Pada tahun 1976, ia merasa bahwa istilah ‘guru’ telah disalahgunakan oleh orang lain yang belum guru sejati dalam estimasi-nya. Pada tahun itu, ia memutuskan untuk membuang nama Guru dalam organisasinya, dan hanya menjadi nama Bawa Muhaiyaddeen Fellowship saja. Sebagian besar mahasiswa Amerikanya menggunakan nama akrab ‘Bawa’ ketika berbicara tentang dia.

Pada tahun 2007, sebuah kehormatan baru, namun gelar ini dari para muridnya sebagai Quthb, telah digunakan oleh murid-muridnya dalam publikasi pembicaraan Bawa Muhaiyaddeen’s . Quthb secara harfiah berarti tiang atau sumbu., Dan menandakan pusat spiritual yang menjelaskan dan mengungkapkan melalui kebijaksanaan Ilahi hakikat manusia. Nama Muhaiyaddeen itu sendiri berarti ‘pemberi hidup untuk keyakinan agama’ dan telah dikaitkan dengan Qutbs sebelumnya.. Dengan menggunakan judul yang tinggi, murid-muridnya sedang melakukan presentasi dia sebagai seorang guru universal untuk era ini.

Diantara kata-katanya

“Doa yang Anda lakukan, tugas yang Anda lakukan, amal dan cinta yang Anda berikan adalah sama hanya satu tetes. Tetapi jika Anda menggunakan satu tetes, terus melakukan tugas Anda, dan terus menggali dalam, maka musim semi Rahmat Allah swt, dan sifat-sifat-Nya akan mengalir dalam kelimpahan.”

“Orang dengan kebijaksanaan akan tahu bahwa penting untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri, sementara orang tanpa kebijaksanaan merasa perlu untuk menunjukkan kesalahan orang lain. Orang dengan iman yang kuat tahu bahwa penting untuk membersihkan hati mereka sendiri, sedangkan mereka yang goyah iman berusaha untuk menemukan kesalahan dalam hati dan kesalahan ibadah orang lain. Ini menjadi kebiasaan dalam hidup mereka.. Tetapi mereka yang berdoa kepada Allah swt, dengan iman, tekad, dan kepastian, akan mengetahui bahwa hal yang paling penting dalam hidup adalah menyerahkan hati mereka kepada Allah swt. ”

“Hal-hal yang senantiasa berubah ini bukanlah kehidupan nyata kita. Di luar diri kita ada satu sosok lain dan keindahan lain yang selalu dipancari cahaya abadi yang tidak pernah berubah.. Kita harus menemukan cara untuk berpadu dengan keabadian itu dan menjadi satu dengan yang hal yang tidak berubah. Kami harus menyadari dan memahami hal ini sebagai harta karun kebenaran Itulah sebabnya kami datang ke dunia ini.. ”

“Cintaku pada Anda sekalian, anak-anakku. Sangat sedikit orang yang akan menerima obat kebijaksanaan Pikirannya masih menolak kebijaksanaan.. Tetapi jika Anda setuju untuk menerimanya, Anda akan menerima rahmat, dan ketika Anda menerima rahmat itu, Anda akan memiliki derajat yang baik. Bila Anda mendapatkan kualitas yang baik, Anda akan tahu cinta sejati, dan ketika Anda menerima cinta, Anda akan melihat cahaya Ketika Anda menerima cahaya, Anda akan melihat kemegahan itu,. dan ketika Anda menerima bahwa kemegahan hakiki, kekayaan dari tiga dunia akan lengkap di dalam diri Anda Dengan kelengkapan ini, Anda akan menerima Kerajaan Allah, dan Anda akan mengenal Sang Raja. Bila Anda melihat Sang Rajamu, semua koneksi Anda ke karma, kelaparan, penyakit, usia tua akan meninggalkan dirimu”

Cucuku sekalian…. inilah cara yang sebenarnya. Kita harus melakukan segala sesuatu dengan cinta dalam hati kita. Allah adalah milik semua orang. Dia telah memberi persemakmuran untuk semua ciptaan-Nya, dan kita tidak harus untuk diri kita sendiri. Kita tidak boleh mengambil lebih dari bagian kami. Hati kita harus meleleh dengan kasih, kita harus berbagi segalanya dengan orang lain, dan kita harus memberikan kasih untuk membuat orang lain damai. Kemudian kita akan memenangkan keindahan kita yang sebenarnya dan pembebasan jiwa kita. Silakan berpikir tentang hal ini. Berdoalah, tingkatkan kualitas yaqin pada Allah swt, bertindaklah untuk Allah swt, dan berimanlah pada Allah swt, dan beribadahlah pada Allah swt, karena ibadah itu kasih karuniaNya padamu. Jika Anda memiliki ini, Allah swt, akan menjadi milikmu dan kesejahteraan yang datang akan menjadi milikmu.

Wahai cucu-cucuku, sadari hal ini dalam hidup Anda. Pertimbangkan hidup Anda, carilah kebijaksanaan, carilah pengetahuan, dan carilah rahmat Allah swt, yang di dalamnya ada pengetahuan Ilahi, dan carilah derajat dari-Nya, kasih-Nya, dan tindakan-Nya. Itu akan bagus. Amin. Ya Rabbal-‘alamin. Ijabahilah wahai Robbul Alamin. Semoga Allah swt memberi semua ini padamu. ”

Literatur dan Buku yang diterbitkan murid-muridnya

Sejumlah buku telah diterbitkan oleh murid-murid Bawa Muhaiyaddeen yang isinya adalah eksplorasi ajarannya, dari sudut pandang dan pemahaman mereka, telah memberi pengaruh positif bagi kehidupan mereka.
Antara lain:

Owner’s Manual for the Human Being by Mitch Gilbert, One Light Press publisher, 2005, ISBN 0-9771267-0-6
The Illuminated Prayer: The Five-Times Prayer of the Sufis by Coleman Barks and Michael Green, Ballantine Wellspring publisher, 2000, ISBN 0-345-43545-1

Menurut penerbit, buku tersebut “menawarkan pengenalan menarik untuk kebijaksanaan dan ajaran kontemporer tercinta master sufi Bawa Muhaiyaddeen, yang membawa kehidupan baru ke tradisi sufistik dengan membuka jalan ke yang paling dalam, realitas universal itu. Pecinta hasil karya dari dua mahasiswa Bawa paling terkenal, Coleman Barks dan Michael Green, yang juga mengarang buku, The Illuminated Rumi. ”

One Song: A New Illuminated Rumi by Michael Green, Running Press publisher, 2005, ISBN 0-7624-2087-1
My Years with the Qutb: A Walk in Paradise by Professor Sharon Marcus, Sufi Press publisher, 2007, ISBN 0-9737534-0-4

THE MIRROR Photographs and Reflections on Life with M.R. Bawa Muhaiyaddeen (Ral.) by Chloë Le Pichon and Dwaraka Ganesan and Saburah Posner and Sulaiha Schwartz, published privately by Chloë Le Pichon, 2010, ISBN 0-6153-3211-0

Terdiri 237 halaman format besar kompilasi fotografi dengan komentar oleh 78 kontributor.
Coleman Barks, seorang penyair dan penerjemah ke dalam bahasa Inggris karya-karya dari penyair sufi abad ke-13 Jalal ad-Din Muhammad Rumi, menggambarkan bagaimana ia bertemu Bawa Muhaiyaddeen dalam mimpi pada tanggal 2 Mei 1977. Sebagai hasil dari pertemuan mimpi itu, ia mulai menerjemahkan puisi Rumi. Coleman akhirnya bertemu Bawa Muhaiyaddeen secara pribadi pada bulan September, 1978 dan terus memiliki impian di mana ia akan menerima ajaran. Dalam perkiraan Coleman, Bawa Muhaiyaddeen berada pada tingkat pencerahan yang sama seperti Rumi dan Shams Tabrizi, pendamping Rumi.

Sumber: Sufinews.com dan lainnya http://sufiroad.blogspot.co.id/2012/02/muhammad-raheem-bawa-muhaiyaddeen.html

Jalan Sufi Mendamaikan Dunia

the_sacred_flower_by_behindinfinity-d5trywd
Sebuah Wahyu Langsung Untuk ‘Ali
Suatu hari ketika ‘Ali sedang berada dalam pertempuran, pedang musuhnya patah dan orangnya terjatuh. ‘Ali berdiri di atas musuhnya itu, meletakkan pedangnya ke arah dada orang itu, dia berkata, “Jika pedangmu berada di tanganmu, maka aku akan lanjutkan pertempuran ini, tetapi karena pedangmu patah, maka aku tidak boleh menyerangmu.”
“Kalau aku punya pedang saat ini, aku akan memutuskan tangan-tanganmu dan kaki-kakimu,” orang itu berteriak balik.
“Baiklah kalau begitu,” jawab ‘Ali, dan dia menyerahkan pedangnya ke tangan orang itu.
“Apa yang sedang kamu lakukan”, tanya orang itu kebingungan.
“Bukankah saya ini musuhmu?”
Ali memandang tepat di matanya dan berkata, “Kamu bersumpah kalau memiliki sebuah pedang di tanganmu, maka kamu akan membunuhku. Sekarang kamu telah memiliki pedangku, karena itu majulah dan seranglah aku”. Tetapi orang itu tidak mampu. “Itulah kebodohanmu dan kesombongan berkata-kata,” jelas ‘Ali. “Di dalam agama Allah tidak ada perkelahian atau permusuhan antara kamu dan aku. Kita bersaudara. Perang yang sebenarnya adalah antara kebenaran dan kekurangan kebijakanmu. Yaitu antara kebenaran dan dusta. Engkau dan aku sedang menyaksikan pertempuran itu. Engkau adalah saudaraku. Jika aku menyakitimu dalam keadaan seperti ini, maka aku harus mempertanggungjawabkannya pada hari kiamat. Allah akan mempertanyakan hal ini kepadaku.”
“Inikah cara Islam?” Orang itu bertanya.
“Ya,” jawab ‘Ali, “Ini adalah firman Allah, yang Mahakuasa, dan Sang Unik.”
Dengan segera, orang itu bersujud di kaki ‘Ali dan memohon, “Ajarkan aku syahadat.”
Dan ‘Ali pun mengajarkannya, “Tiada tuhan melainkan Allah.
Tiada yang ada selain Engkau, ya Allah.”
Hal yang sama terjadi pada pertempuran berikutnya. ‘Ali menjatuhkan lawannya, meletakkan kakinya di atas dada orang itu dan menempelkan pedangnya ke leher orang itu. Tetapi sekali lagi dia tidak membunuh orang itu.
“Mengapa kamu tidak membunuh aku?” Orang itu berteriak dengan marah. “Aku adalah musuhmu. Mengapa kamu hanya berdiri saja?,’ Dan dia meludahi muka ‘Ali.
Mulanya ‘Ali menjadi marah, tetapi kemudian dia mengangkat kakinya dari dada orang itu dan menarik pedangnya. “Aku bukan musuhmu”, Ali menjawab. “Musuh yang sebenarnya adalah sifat-sifat buruk yang ada dalam diri kita. Engkau adalah saudaraku, tetapi engkau meludahi mukaku. Ketika engkau meludahi aku, aku menjadi marah dan keangkuhan datang kepadaku. Jika aku membunuhmu dalam keadaan seperti itu, maka aku akan menjadi seorang yang berdosa, seorang pembunuh. Aku akan menjadi seperti semua orang yang kulawan. Perbuatan buruk itu akan terekam atas namaku. Itulah sebabnya aku tidak membunuhmu.”
“Kalau begitu tidak ada pertempuran antara kau dan aku?” orang itu bertanya.
“Tidak. Pertempuran adalah antara kearifan dan kesombongan. Antara kebenaran dan kepalsuan”. ‘Ali menjelaskan kepadanya.
“Meskipun engkau telah meludahiku, dan mendesakku untuk membunuhmu, aku tak boleh.”
“Dari mana datangnya ketentuan semacam itu?”
“Itulah ketentuan Allah. Itulah Islam.”
Dengan segera orang itu tersungkur di kaki ‘Ali dan dia juga diajari dua kalimat syahadat.

 

Seperti Menggali Sumur
Apabila Anda menggali sumur, Anda harus menggalinya jauh ke dalam sampai Anda menemukan sumber mata airnya. Dapatkah sumur itu penuh tanpa mencapai sumber yang dalam itu? Bila Anda bergantung pada hujan atau sumber luar lain untuk mengisi sumur itu, maka air itu hanya akan menguap atau diserap oleh tanah. Lalu, bagaimana Anda dapat membasuh diri Anda atau menghilangkan dahaga Anda? Hanya jika Anda menggali cukup dalam untuk mendapatkan mata air, maka Anda akan sampai pada sumber air yang tak habis-habisnya.
Demikian juga halnya, jika Anda hanya membaca ayat-ayat dari kitab suci, tanpa menggali lebih dalam untuk mencari maknanya, hal itu seperti menggali sebuah sumur tanpa mencapai mata airnya atau seperti mencoba mengisinya dengan air hujan. Kedua cara ini tidak akan memadai. Hanya apabila Anda membuka mata air yang ada di dalamnya dan ilmu Tuhan mengalir dari sana, maka mata air sifat-sifat Tuhan akan mengisi hatimu. Hanya setelah itu Anda dapat menerima kekayaan-Nya. Hanya setelah itu Anda akan mendapatkan kedamaian dan ketenangan. Kearifan dan ilmu Tuhan ini harus timbul dari dalam diri Anda; kisah Tuhan dan doa mesti dipahami dari sisi batin. Maka Anda akan memperoleh semua yang Anda butuhkan untuk diri Anda, dan Anda juga akan merasa cukup untuk berbagi dengan orang lain.

 

Seperti Semuanya Salah
Sekali waktu Anda pernah mengira bahwa segala yang Anda pelajari dan cermati adalah kebenaran. Tetapi kemudian Anda maju ke langkah berikutnya, dan menemukan bahwa semua yang telah Anda pelajari bukanlah kebenaran. Dan pada masa yang akan datang ketika Anda masih melangkah lebih berikutnya dan memandang kembali semua yang sekarang Anda anggap benar, ternyata Anda juga akan melihatnya sebagai kepalsuan. Dengan cara ini, setiap kali Anda melangkah maju ke level yang baru, maka Anda akan menemukan bahwa semua yang Anda pelajari pada masa lalu adalah kepalsuan (salah). Akhirnya, ketika Anda mencapai maqam (keadaan) Tuhan dan maqam kearifan-Nya, maka Anda akan menyadari bahwa semua pemikiran Anda adalah keliru. Semuanya keliru. Hanya Dialah kebenaran. Kebijakan-Nya adalah kebenaran sejati, dan sifat-sifat-Nya adalah emas kekayaan yang sesungguhnya.
Apabila Anda memahami hal ini, maka Anda akan memohon ampunan-Nya atas segala kesalahan yang Anda lakukan pada masa yang lalu. Anda akan melihat dengan jelas dan pasti bahwa hanya ada satu keluarga, satu doa dan satu Tuhan. Kita harus memikirkan hal ini. Ini adalah kearifan yang berharga, hikmah kebenaran.

 

Seperti Penambang Emas
Apabila seorang penambang mencari emas, dia harus mengayak tanah untuk menyaring logam yang berharga itu. Dia memungut yang berharga dan membuang sisanya. Demikian pula, di mana pun Anda mencari, apakah itu di timur, barat, utara, atau selatan, apakah itu umat Hindu, Zoroaster, Kristen, Yahudi, atau Islam, Anda harus mencari dan memungut hanya suatu yang bernilai, yaitu emas, khazanah Tuhan, yaitu kebenaran. Selama Anda mencari melalui semua kitab suci, Anda harus menyisihkan apa pun yang lainnya, seperti penambang emas membuang kotoran dan batu-batu. Hanya kekayaan Tuhan yang Anda butuhkan untuk kehidupan Anda dan untuk kecerahan jiwa Anda.
Bawa Muhayyaddin
#Bawa Muhayyaddin #Sufi

Mutiara Terpendam dalam Fushusul Hikam Ibnu Arabi

nature-wallpaper-fractals-imagesKeberhasilan Ibn Arabi dari doktrin tasawufnya adalah kemampuannya untuk keluar dari pemahaman agama yang dogmatis dan literalis. Bagi Ibn Arabi, semua ajaran agama dalam Alquran maupun Hadis adalah bentuk dari simbol-simbol kebijaksanaan Tuhan yang harus terus-menerus digali.

Orang mengenalnya sebagai Ibn Arabi. Ia adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Ali Ibn Arabi , digelari Syaikhul Akbar Muhyiddin Ibn Arabi. Lahir di Mursia, Andalusia, Spanyol, tahun 560 H/1165 M, dan meninggal di Damaskus, Syria, tahun 638 H/1240 M. Ia adalah sufi yang sangat besar pengaruhnya dalam kajian sufisme hingga saat ini. Ia telah menulis 289 buku dan risalah. Bahkan menurut Abdurrahman Jami, ia telah menulis 500 buku dan risalah.

Sedangkan menurut al-Sya’rani, karya Ibn Arabi berjumlah 400 buah. Pada Tadarus Ramadan tahun 1427 H ini, Jaringan Islam Liberal mengkaji tiga karya Ibn Arabi yang paling terkenal, yang tak hentinya-hentinya dikupas orang. Ketiganya adlah Fushushul Hikam, al-Futuhat al-Makkiyyah dan Turjumanul Asywaq.

Sesi pertama diskusi diselenggarakan Selasa, 26 September 2006, lalu, dengan menghadirkan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer (penulis disertasi tentang Ibn Arabi, dosen pascasarjana UIN Jakarta), dan Mohamad Guntur Romli (aktivis JIL). Berikut liputannya.

Dari sekian judul kitab yang telah ditulis Ibn Arabi, terdapat kitab yang merupakan intisari ajaran tasawufnya, yaitu Fushusul Hikam. Kautsar Azhari Noer, salah seorang ahli Ibn Arabi di Indonesia, menyebut kitab Fushus ditulis pada masa kematangan intelektual Ibn Arabi, yaitu 627/1230 atau sepuluh tahun sebelum wafatnya.

Menurut pengakuan Ibn Arabi sendiri, kitab ini merupakan pemberian nabi Muhammad kepadanya melalui mimpi. Dalam mimpi tersebut, Nabi mengatakan: “Ini kitab Fushus Al Hikam. Ambil dan sebarkan kepada umat manusia agar mereka mengambil manfaat darinya.” Berdasarkan cerita itu, tampak bahwa Ibn Arabi meyakini sepenuhnya bahwa apa yang ia tuliskan dalam kitab tersebut merupakan ilham ilahi. Ia hanyalah mesin pencetak bagi kitab Fushus yang diberikan Nabi.

Meski sulit diverifikasi kebenarannya, tetapi pengakuan ini telah menyihir ribuan pengikut syaikhul akbar ini untuk meyakininya. Bahkan kitab yang merupakan intisari ajaran sufisme Ibn Arabi ini telah memecahkan rekor sebagai kitab paling banyak mendapatkan komentar (syarah) dari para pengikutnya. Tetapi semua pembaca karya-karya Ibn Arabi mengakui, hampir seluruh karya Ibn Arabi sangat sulit dipahami, tidak terkecuali Fushushul Hikam.

Kesulitan paling utama dalam membaca karya Ibn Arabi adalah memahami simbol-simbol dan terma-terma paradoksikal yang digunakannya. Simbol-simbol itu terlihat sekali dalam hampir semua karya-karyanya. Dalam Fushus, ia menyajikan gagasannya melalui pengungkapan hikmah atau kebijaksanaan 27 orang nabi. Nama fushus sendiri diambil dari akar kata fasshun yang artinya tatakan atau wadah batu permata pada cincin. Fushus adalah bentuk plural dari kata fasshun.

Sementara hikam adalah bentuk jamak dari hikmah yang berarti kebijaksanaan. Jadi, fushusul hikam adalah wadah kebijaksanaan. Dengan ukiran nama yang disematkan pada kitab tersebut, Ibn Arabi berupaya menampilkan simbol-simbol kebijaksanaan dari para nabi yang hakikatnya merupakan kalimat atau manifestasi sifat Tuhan. Ia memulai pembahasan kitabnya dengan mengupas mutiara kenabian dari Adam hingga Muhammad.

Adam, menurut Ibn Arabi adalah citra kesempurnaan Tuhan. Melalui Adamlah Tuhan memanifestasikan sifat ketuhananan-Nya. Ibn Arabi menganggap bahwa Tuhan pada mulanya adalah entitas yang tersembunyi (kanzun makhfiyy). Ia menampakkan diri ketika menciptakan alam. Tetapi penciptaan alam menurut Ibn Arabi bukanlah bermula dari sesuatu yang kosong, creatio ex nihilo. Alam mengada begitu Tuhan ada.

Karena, alam semesta adalah cerminan Tuhan. Sebagaimana pantulan gambar dalam cermin, maka gambar itu ada ketika wujud yang hakiki ada. Pandangan Ibn Arabi tentang alam ini sebenarnya mirip dengan pandangan para filosof yang menganggap alam itu sebagai sesuatu yang azali.

Sementara ajaran nabi Nuh dimaknai Ibn Arabi sebagai simbolisasi dari problem dualisme tasybih dan tanzih. Dalam al-Qur’an disebut bahwa Nuh berdoa: “Qala rabby inny da’autu qaumy lailan wanaharan” (Surah Nuh:5). Ibn Arabi memaknai lailan dalam ayat ini dalam maknanya yang esoterik (tanzih), dan naharan dengan makna eksoterik (tasybih).

Pada akhirnya, Nuh dinilai Ibn Arabi lebih mengutamakan ajaran tanzih atau penyucian Tuhan dari penyerupaan Tuhan dengan patung yang dilakukan umatnya kala itu. Sementara ajaran Isa dalam Kristen lebih cenderung pada penyerupaan atau tasybih.

Dualitas semacam inilah yang dikritik Ibn Arabi. Menurutnya, Tuhan tidak bisa dilihat secara imanen melalui tasybih saja atau secara transenden melalui tanzih saja.

Dalam sebuah syair ia katakan:

“Bila engkau nyatakan transenden (murni), engkau telah membatasi Tuhan. Dan bila engkau nyatakan imanen (murni), maka engkau telah mendefinisikan Tuhan.”

Dalam bagian lain dari kitab Fushus, Ibn Arabi juga mentamsilkan hubungan antara Tuhan dan manusia dengan mengutip kalimah muhaimiyyah dari Ibrahim. Ibrahim adalah simbol keakraban manusia dengan Tuhan. Melalui firmannya Tuhan mengangkat Ibrahim sebagai seorang khalil, atau sahabat karib.

Tetapi makna khalil sebenarnya lebih dari sekadar persahabatan. Sahabat karib, menurut Ibn Arabi, masih menyiratkan keterpisahan. Sementara al-khall adalah percampuran. Oleh karenanya hubungan manusia dengan Tuhan juga sudah sangat erat dan telah bercampur dalam satu esensi. Karena makhluk menurut Ibn Arabi sesungguhnya adalah al-haqq dan al-khalq sekaligus.

Mohamad Guntur Romli melihat tamsil-tamsil yang dituliskan Ibn Arabi dalam Fushus sebagai bangunan inti doktrin Ibn Arabi tentang wahdatul wujud atau manunggaling kawulo gusti. Guntur menilai Ibn Arabi sebenarnya sedang membangun doktrinnya dengan meminjam perangkat-perangkat agama yang sudah mapan. Tetapi yang menjadi ciri khas Ibn Arabi dalam hampir semua karyanya adalah selalu menampilkan gagasan keagamaan yang tidak lazim. Karenanya, selama hidupnya tak jarang ia mendapat perlawanan dan kecaman dari berbagai kalangan, terutama kelompok ahli fikih yang terkenal literalis dan formalis.

Ajaran-ajaran tentang wahdatul wujud Ibn Arabi rupanya juga telah terserap atau tampak dalam mistik kaum kejawen di Indonesia. Ini ditegaskan Gus Dur dalam presentasinya. Konsep manunggaling kawulo gusti, menurut Gus Dur, adalah konsep yang sama sejenis dengan wahdatul wujud itu. Seperti halnya Ibn Arabi yang selalu ditentang kaum formalis, penganut kejawen di Indonesia juga selalu mengalami ketegangan dengan kaum santri. Kaun santri umumnya adalah para pemeluk agama yang setia menjalankan syariat yang penuh.

Sementara kaum kejawen lebih menekankan aspek keyakinan batiniah kepada wujud Tuhan. Meski demikian, mereka juga mengenal ajaran-ajaran yang sebenarnya menjadi bagian doktrin wahdatul wujud, misalnya kepercayaan tentang berkah atau weruh sedurunge winarah yang merupakan esensi dari ajaran kasyaf dalam wahdatul wujud.

Keberhasilan Ibn Arabi dari doktrin tasawufnya adalah kemampuannya untuk keluar dari pemahaman agama yang dogmatis dan literalis. Bagi Ibn Arabi, semua ajaran agama dalam Alquran maupun Hadis adalah bentuk dari simbol-simbol kebijaksanaan Tuhan yang harus terus-menerus digali. Bahkan menurutnya, kebijaksanaan Tuhan yang disampaikan melalui wahyu itu tak terputus hingga sekarang. Wahyu bagi Ibn Arabi bukanlah sekadar proses inzal (turunnya) sebuah ayat dari Tuhan melalui Jibril. Tapi lebih dari itu, wahyu baginya adalah proses imajinasi kreatif manusia yang mencari kebenaran Tuhan.

Semangat untuk keluar dari pemahaman agama yang kaku dan dogmatis inilah yang harus terus dikembangkan dalam khazanah keilmuan Islam saat ini. Ibn Arabi dengan petualangan spiritualnya telah memberi contoh yang sangat baik. Artinya, memahami Ibn Arabi bukanlah berhenti pada pemahaman ajaran-ajarannya yang rumit itu. Yang jauh lebih penting untuk terus-menerus dikembangkan adalah semangat perenungan dan petualangannya yang tak pernah berhenti.

Oleh: Umdah Baroroh ( Mutiara Terpendam dalam Fushusul Hikam Ibnu Arabi – Aktifis Islib)